KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa, atas rahmat dan hidayah-Nya makalah ini dapat terselesaikan.
Makalah dengan judul “ Dinamika
Sosial Politik Indonesia Pada Akhir Abad Ke 19” adalah salah satu syarat dalam mengikuti Mata Kuliah Sejarah Nasional Kontemporer. Dalam kesempatan ini
kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Syaiful M.Si selaku dosen
penaggungjawab Mata Kuliah Sejarah
Nasional Kontemporer.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga makalah yang
sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua.
Bandar Lampung, 28 Oktober 2010
Penulis
DAFTAR ISI
hal
Kata Pengantar................................................................................................. i
Daftar Isi......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
1.1 Latar
Belakang.................................................................................... 1
1.2 Tujuan.................................................................................................. 2
BAB II
PERMASALAHAN........................................................................ 3
BAB III PEMBAHASAN.............................................................................. 4
3.1 Adanya System Tanam
Paksa di Indonesia...................................... 4
3.2 Dihapuskanya System Tanam Paksa................................................. 4
3.3 Adanya Politik Pintu Terbuka........................................................... 5
BAB IV KESIMPULAN............................................................................... 8
Daftar Pustaka
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang kaya akan
segala potensi yang ada, hal itu pula yang menjadikan Indonesia menjadi rebutan negar-negara yang inggin menguasai
wilayah Indonesia khususnya bangsa Eropa. Melihat lebih lanjut lagi ketika
Indonesia berada dalam kekuasaan
pemerintahan Belanda, Indonesia menjadi tempat penghasil devisa terbesar bagi
bangsa belanda dengan segala hasil yang didapat dari bumi nusantara yeng
didapat melalui proses eksploitasi.Berbanding terbalik dengan keadaan
masyarakat Indonesia yang mengalami kesengsaraan dan penderitaan yang
berkepanjangan .
Dalam rentang waktu sampai abad ke 19 bangsa
Indonesia mengenal adanya system tanam paksa yang sangat membebani dan
menyengsarakan rakyat, dari proses inilah bansa belanda mendapatkan keuntungan
yang sangat besar yang tadinya mengalami devisit keuangan pada kas belanda,
setelah tanam paksa berahir kita mengenal yang namanya politik pintu terbuka.
Sejak saat itu pemerintahan Hindia Belanda membuka
Indonesia bagi para pengusaha swasta asing untuk menanamkan modalnya, khususnya
di bidang perkebunan. Pelaksanaan politik kolonial liberal ternyata tidak lebih
baik dari pada tanam paksa. Justru pada masa ini penduduk diperas oleh dua
pihak. Pertama oleh pihak swasta dan yang kedua oleh pihak pemerintah.
Pemerintah Hindia Belanda memeras penduduk secara tidak langsung melelui
pajak-pajak perkebunan dan pabrik yang harus dibayar oleh pihak swasta.
![]() |
1.2 Tujuan
Adapun tujuan yang inggin dicapai adalah:
1.
Mengetahui
keadaan sosial bangsa Indonesia pada akhir abad ke 19
2. Mengetahui situasi politik pada masa akhir
abad ke 19
3. Mengetahui dinamika sosial politik
Indonesia pada akhir abad 19
BAB II
PERMASALAHAN
Adapun permasalah dalam makalah ini adalah
:
1. Bagaimanakah keadaan sosial bangsa
Indonesia pada akhir abad ke 19
2. Situasi politik seperti apakah pada masa
akhir abad ke 19
3. Bagaimanakah dinamika sosial politik
Indonesia pada akhir abad 19
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Adanya System Tanam Paksa di Indonesia
Mulai tahun 1830
sistem tanam paksa mulai diterapkan di Indonesia, tujuan dari diterapkan system
ini adalah untuk mengisi kekosongan kas Belanda dan hal itu berhasil dilakukan
oleh Belanda dengan tanam paksa kas yang tadinya kosong dapat dipenuhi,terbalik
dengan keadaan rakyat Indonesia yang mengalami penderitaan akibat adanya system
tanam paksa tertsebut. Dalam sistem ini, para penduduk dipaksa menanam
hasil-hasil perkebunan yang menjadi permintaan pasar dunia pada saat itu,
seperti teh, kopi dll. Hasil tanaman itu kemudian diekspor ke mancanegara. Keadaan
seperti itu membuat rakyat Indonesia semakin berada di garis keterbelakangan
segala hal.
3.2 Dihapuskanya System Tanam Paksa
Pada politik
kolonial liberal di Indonesia tidak terlepas dari perubahan politik Belanda.
Pada tahun 1850, golongan liberal di negeri Belanda mulai memperoleh kemenangan
dalam pemerintahan. Kemenangan itu diperoleh secara mutlak pada tahun 1870,
sehingga tanam paksa dapat dihapuskan. Mereka berpendapat bahwa kegiatan
ekonomi di Indonesia harus ditangani oleh pihak swasta. Pemerintah hanya
mengawasi saja, yaitu hanya sebagai polisi penjaga malam yang tidak boleh
campur tangan dalam bidang ekonomi. Sistem ini akan menumbuhkan persaingan
dalam rangka meningkatkan produksi perkebunan di Indonesia. Dengan demikina
pendapatan negara juga akan bertambah.
![]() |
3.3 Adanya Politik Pintu Terbuka
Untuk mewujudkan
sistem tersebut, pada tahun 1870 di Indonesia dilaksanakan politik kolonial
liberal atau sering disebut “politik pintu terbuka” (open door policy). Sejak
saat itu pemerintahan Hindia Belanda membuka Indonesia bagi para pengusaha
swasta asing untuk menanamkan modalnya, khususnya di bidang perkebunan.
Pelaksanaan sistem liberal ini ditandai dengan keluarnya Undang-Undang De Waal,
yaitu Undang-undang Agraria dan Undang-Undang Gula. Undang-Undang Gula
(Agrarische Wet) menjelaskan bahwa semua tanah di Indonesia adalah milik
pemerintah kerajaan Belanda. Oleh karena itu, pihak swasta boleh menyewanya
dalam jangka waktu antara 50 sampai 75 tahun di luar tanah-tanah yang digunakan
oleh penduduk untuk bercocok tanam. Dalam Undang-Undang Gula (Suiker Wet)
ditetapkan, bahwa tebu tidak tidak boleh diuangkut ke luar Indonesia tetapi harus
diproses didalam negeri. Pabrik gula milik pemerintah akan dihapus secara
bertahap dan diambil alih oleh pihak swasta. Pihak swasta juga diberi
kesempatan yang luas untuk mendirikan pabrik gula baru.
Terbukanya
Indonesia bagi swasta asing berakibat munculnya perkebunan-perkebunan swasta
asing di Indonesia seperti perkebunan teh dan kina di Jawa Barat, perkebunan
tembakau di Deli, perkebunan tebu di Jawa Tengah dan Jawa Timur, dan perkebunan
karet di Serdang. Selain di bidang perkebunan, juga terjadi penanaman modal di
bidang pertambangan batu bara di Umbilin. pengaruh gerakan liberal terhadap
Indonesia secara umum adalah : 1). Tanam paksa dihapus. 2). Modal swasta asing
mulai ditanamkan di Indonesia. 3). Rakyat Indonesia mulai mengerti akan arti
pentingnya uang. 4). Usaha kerajinan rakyat terdesak oleh barang impor. 5).
Pemerintah Hindia Belanda membangun sarana dan prasarana. 6). Hindia Belanda
menjadi penghasil barang perkebunan yang penting.
Pelaksanaan
politik kolonial liberal ternyata tidak lebih baik dari pada tanam paksa.
Justru pada masa ini penduduk diperas oleh dua pihak. Pertama oleh pihak swasta
dan yang kedua oleh pihak pemerintah. Pemerintah Hindia Belanda memeras
penduduk secara tidak langsung melelui pajak-pajak perkebunan dan pabrik yang
harus dibayar oleh pihak swasta. Padahal, pihak swasta juga ingin mendapat
keuntungan yang besar. Untuk itu, para buruh diibayar dengan gaji yang sangat
rendah, tanpa jaminan kesehatan yang memadai, jatah makan yang kurang, dan
tidak lagi mempunyai tanah karena sudah disewakan untuk membayar hutang.
Disamping itu,
para pekerja perkebunan diikat dengan sistem kontrak, sehingga mereka tidak
dapat melepaskan diri. Mereka harus mau menerima semua yang telah ditetapkan
oleh perusahaan. Mereka tidak berani melarikan diri walaupun menerima perlakuan
yang tidak baik, karena mereka akan kena hukuman dari pengusaha jika
tertangkap. Pihak pengusaha memang mempunyai peraturan yang disebut Poenale
Sanctie (peraturan yang menetapkan pemberian sanksi hukuman bagi para buruh
yang melarikan diri dan tertangkap kembali). Keadaan yang demikian ini
menyebabkan tingkat kesejahteraan rakyat semakin merosot sehingga rakyat
semakin menderita.
Jadi, pada masa
tanam paksa rakyat diperas oleh pemerintah Hindia Belanda, sedangkan pada masa
politik pintu terbuka rakyat diperas baik pengusaha swasta maupun oleh
pemerintah. Walaupun pemerintah melakukannya secara tidak langsung. Kekuatan
liberal mendesak pemerintahan kolonial melindungi modal swasta dalam
mendapatkan tanah, buruh, dan kesempatan menjalankan usaha atau perkebunan.
Negara menjadi pelayan modal lewat dukungan infrastruktur dan birokrasi, dengan
menelantarkan pelayanan masyarakat. Dengan demikian politik kolonial liberal
yang semula menghendaki liberalisasi tanah jajahan lalu berkembang menjadi
bagaimana mengatur tanah jajahan untuk memperoleh uang.
Akhir abad ke
-19 terjadi perubahan politik di Negeri Belanda yang sangat berpengaruh pada
percaturan politik pemerintahan Belanda di Indonesia. “Politik Kolonial
Liberal” telah ditanamkan dan diatur oleh Belanda sejak tahun 1870 — yang
menekankan kesejahteraan orang pribumi sebagai tanggung jawab moral dari
pemerintah terhadap orang-orang Indonesia — berubah ke arah “Politik Kolonial
Etis” yang menyatakan bahwa pemerintah memegang tanggung jawab moral bagi
kesejahteraan pribumi.
Program itu dikenal
juga dengan “politik belas budi” yang terangkum dalam Trias Politika Deventer.
Program ini meliputi: pertama, irigasi (pengairan), membangun dan memperbaiki
pengairan dan bendungan untuk keperluan pertanian. Dua, emigrasi yakni mengajak
penduduk untuk transmigrasi. Tiga, memperluas dalam bidang pengajaran dan
pendidikan (edukasi).
Akan tetapi
pelaksanaan dari “politik etis” ini tidak berhasil memperbaiki nasib bangsa
Indonesia, karena banyak dimanfaatkan oleh para penanam modal asing, sehingga
rakyat masih tetap terpuruk dan hidup dalam kesengsaraan.
Emigrasi dan
irigari adalah sebuah kedok nama untuk mengelabuhi rakyat dan bangsawan pribumi
saat itu, seolah ingin membalas budi baiknya rakyat nusantara, namun lagi-lagi
rakyat harus membayar mahal setiap program-program penguasa ( irigasi dan
emigrasi }. Dalam emigrasi, rakyat diwajibkan untuk berpindah tempat tinggal,
ini ditujukan untuk mencari lahan-lahan baru dalam bidang pertanian, dan
lagi-lagi hasil pertanian mereka tidaklah mencukupi untuk kebutuhan
sehari-hari. Karena harus berbagi hasil dengan penguasa belanda dan para tuan
tanah.
Penderitaan
rakyat yang sedemikian itu mungkin masih terekam sampai saat ini, karena masih
banyak dari masyarakat perantauan yang hidup pada masa itu dan tidak pulang
kekampung halamannya, diluar pulau Jawa kita masih bisa menemukan sisa-sisa
perantauan yang menjadi saksi sejarah berdarah rakyat Indonesia dalam politik
etis.
Irigasi, dalam
bidang ini belanda seakan-akan membantu rakyat untuk mengairi tanahnya. Rakyat
dipaksa bekerja untuk pembuatan saluran air yang kokoh, bahkan sampai saat ini
pun masih bisa kita temukan, namun setelah diairi ladang dan sawah-sawah
rakyat, masa panen tiba, lagi-lagi rakyat menderita. Rakyat diharuskan membagi
hasil keringatnya dengan pajak-pajak yang tak tahu arahnya.
BAB IV
KESIMPULAN
No comments:
Post a Comment